Belakangan ini, istilah Bobibos mulai ramai dibicarakan di dunia otomotif dan energi. Inovasi ini menarik perhatian publik sebagai temuan energi alternatif baru karya anak bangsa. Bobibos adalah singkatan dari “Bahan Bakar Original Buatan Indonesia Bos”.
Inovasi ini mencuat sebagai bahan bakar nabati (biofuel) yang diklaim memiliki performa tinggi sekaligus ramah lingkungan. Di tengah isu ketergantungan impor energi, kehadiran Bobibos menawarkan narasi baru tentang kemandirian energi nasional, menjadikannya topik yang sangat menarik untuk dibahas.
Apa Itu Bobibos dan Bagaimana Cara Kerjanya

Secara definitif, Bobibos adalah bahan bakar minyak organik yang dikembangkan oleh M. Iklhas Thamrin, seorang alumnus Universitas Sebelas Maret (UNS). Inovasi ini merupakan hasil riset mandiri yang diklaim telah berlangsung sejak tahun 2007.
Cara Kerja dan Bahan Baku Bobibos
Prinsip kerja Bobibos berpusat pada pengolahan biomassa menjadi bahan bakar cair. Berbeda dari biofuel generasi pertama yang sering menggunakan bahan pangan, inovasi ini memanfaatkan limbah pertanian nabati. Secara spesifik, penemunya mengungkapkan bahwa bahan baku utamanya adalah jerami.
Pemilihan jerami didasarkan pada ketersediaannya yang melimpah sebagai limbah pertanian, sehingga tidak mengganggu ketahanan pangan dan memiliki harga pokok produksi (HPP) yang efisien.
Prosesnya diklaim sangat efisien: satu hektare sawah disebut dapat menghasilkan 3.000 liter bahan bakar Bobibos. Produk akhir ini hadir dalam dua varian utama untuk memenuhi kebutuhan mesin yang berbeda: cairan berwarna merah untuk mesin diesel, dan cairan berwarna putih untuk mesin bensin.
Keunggulan dan Manfaat Bobibos
Popularitas Bobibos didorong oleh serangkaian klaim keunggulan yang signifikan dibandingkan bahan bakar konvensional. Berikut adalah beberapa manfaat utamanya:
- Performa Tinggi Mendekati RON 98
Salah satu klaim paling menonjol adalah hasil uji laboratorium yang menunjukkan performa bahan bakar Bobibos hampir mendekati RON 98. Ini menempatkannya setara dengan bahan bakar bensin performa tinggi yang ada di pasaran. - Ramah Lingkungan dan Rendah Emisi
Sebagai biofuel, Bobibos diklaim menghasilkan angka emisi yang sangat rendah. Beberapa sumber bahkan menyebutkan emisinya “nyaris nol,” menjadikannya solusi potensial untuk mengurangi polusi udara dari sektor transportasi. - Menggunakan Bahan Baku Terbarukan (Limbah)
Dengan menggunakan jerami, Bobibos memanfaatkan limbah yang selama ini sering terbuang. Ini tidak hanya terbarukan tetapi juga berpotensi menciptakan siklus ekonomi baru bagi petani, sejalan dengan klaim “mendukung ketahanan pangan sekaligus energi”. - Potensi Harga Lebih Kompetitif
Karena bahan baku yang murah dan melimpah, harga bahan bakar Bobibos diklaim akan sangat bersaing. Inovatornya menyebut harga jualnya bisa “lebih murah sepertiga” dibandingkan produk RON 98 dari Pertamina.
Tantangan dan Keterbatasan Teknologi Bobibos

Meskipun menjanjikan, Bobibos masih menghadapi sejumlah tantangan besar sebelum bisa diadopsi secara massal. Aspek krusial pertama adalah ketersediaan. Saat ini, produksi masih dalam skala uji coba terbatas, dengan sekitar 3.000 liter telah diproduksi untuk pengujian skala kecil di area Jonggol.
Tantangan terbesar dan paling fundamental adalah regulasi. Terdapat klaim bahwa produk ini telah mengikuti tahapan sertifikasi di lembaga bawahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Namun, pernyataan resmi dari Dirjen Migas Kementerian ESDM menegaskan bahwa per November 2025, Bobibos “belum memperoleh sertifikasi resmi dan izin edar sebagai BBM”. Tanpa izin edar resmi ini, produk tidak dapat diperjualbelikan secara legal kepada publik.
Selain itu, jika produksi diperbesar, pertanyaan jangka panjang akan muncul terkait dampak lingkungan. Pengambilan jerami secara masif dari sawah berpotensi mengganggu siklus nutrisi tanah atau bersinggungan dengan kebutuhan pakan ternak, sebuah kekhawatiran yang juga diangkat dalam analisis media.
Dampak Bobibos bagi Industri dan Lingkungan
Jika berhasil melewati hambatan regulasi, dampak Bobibos bagi industri dan lingkungan bisa sangat signifikan. Dari sisi industri, Bobibos dapat menjadi disrupsi besar.
Dukungan awal telah datang dari pelaku industri transportasi besar, seperti PT Primajasa Perdanarya Utama, yang menyatakan kesiapannya menjadi pengguna perdana untuk armada busnya. Penemu Bobibos juga mengklaim kesiapan untuk membangun SPBU dan Pom Bensin Mini di seluruh Indonesia, menunjukkan ambisi untuk masuk ke pasar B2C dan B2B.
Secara nasional, inovasi ini diposisikan sebagai “Energi Merah Putih”. Ini sejalan dengan upaya global untuk transisi ke energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan. Kehadirannya dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor bahan bakar fosil.
Narasi ini diperkuat oleh fakta bahwa para penemu sempat ditawari untuk pindah kewarganegaraan agar mengembangkan teknologi ini di luar negeri, namun mereka menolak. Hal ini memposisikan Bobibos sebagai aset strategis nasional.
Penutup
Bobibos adalah representasi nyata dari inovasi teknologi energi dalam negeri yang memiliki potensi besar. Dengan klaim performa tinggi, bahan baku limbah terbarukan, dan harga yang kompetitif, Bobibos menawarkan solusi yang menarik untuk dua tantangan besar sekaligus, yaitu ketahanan energi dan kelestarian lingkungan.
Meski demikian, masa depan Bobibos sepenuhnya bergantung pada satu langkah kritis: keberhasilan dalam memperoleh sertifikasi resmi dan izin edar dari pemerintah.
Jika Bobibos mampu memenuhi standar regulasi yang ketat, Indonesia mungkin akan segera memiliki alternatif bahan bakar baru yang lebih bersih dan ekonomis. Ini bisa menjadi pilihan nyata bagi masyarakat, serupa dengan bagaimana kendaraan listrik kini menjadi opsi lain kendaraan berbahan bakar fosil.
Baca Juga: Rupiah Digital: Inovasi Mata Uang Baru dari Bank Indonesia dan Cara Kerjanya
Rupiah Digital: Inovasi Mata Uang Baru dari Bank Indonesia dan Cara Kerjanya





