Belakangan ini, istilah Obsessive compulsive disorder (OCD) makin sering muncul di media sosial. Banyak yang pakai istilah OCD untuk bercanda, misalnya saat lihat barang berantakan atau pas jarak ikon di HP nggak simetris. Padahal, OCD itu bukan sekadar perfeksionis atau suka rapi. Ini adalah kondisi kesehatan mental yang cukup serius dan bisa berdampak besar pada kehidupan sehari-hari seseorang.
Nah, di artikel ini kita bakal bahas OCD secara lengkap: mulai dari apa itu OCD, ciri-cirinya, gejala yang sering muncul, kenapa bisa terjadi, sampai cara mengatasinya. Semua dijelasin disini!
Apa Itu Obsessive Compulsive Disorder (OCD)?
Obsessive compulsive disorder (OCD) adalah gangguan mental yang ditandai dengan dua hal utama:
- Obsesi, yaitu pikiran yang mengganggu, muncul terus, dan susah dikontrol.
- Kompulsi, yaitu perilaku berulang yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan akibat obsesi tersebut.
Obsesi ini biasanya muncul tanpa diundang, bentuknya bisa pikiran menakutkan, kekhawatiran ekstrem, sampai ketakutan yang terasa nggak masuk akal. Orang yang mengalami OCD tahu bahwa pikiran itu berlebihan, tapi tetap saja susah menghilangkannya.
Sementara itu, kompulsi muncul sebagai “jalan keluar” buat meredakan stress. Misalnya:
- cuci tangan berkali-kali,
- memeriksa pintu terkunci terus menerus,
- menata barang berulang,
- atau menghindari hal-hal tertentu.
OCD bukan tentang ingin rapi atau perfeksionis. Ini adalah siklus pikiran dan perilaku yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Orang dengan OCD sering merasa lelah secara mental, karena pikirannya bekerja nonstop dan perilakunya menghabiskan banyak energi.
Gangguan ini bisa dialami oleh siapa saja, dari anak-anak sampai dewasa, dan bisa muncul secara perlahan atau tiba-tiba setelah pengalaman tertentu.
Ciri-Ciri Orang dengan Obsessive Compulsive Disorder (OCD)
Setiap orang bisa punya ciri yang berbeda, tapi ada beberapa tanda umum yang sering muncul. Ini bukan cuma soal kebiasaan unik atau sifat pribadi, tapi sudah sampai mengganggu kehidupan sehari-hari.
Pikiran yang Muncul Terus-Menerus
Ciri khas OCD adalah munculnya pikiran berulang yang nggak bisa dikontrol. Misalnya:
- takut kotor atau terkontaminasi,
- lalu takut menyakiti diri sendiri atau orang lain,
- takut melakukan kesalahan kecil,
- atau takut hal buruk terjadi karena benda nggak simetris.
Pikiran ini terus muncul bahkan saat orang tersebut ingin berhenti memikirkannya.
Kecemasan Tinggi Saat Melawan Pikiran Itu
Orang dengan OCD biasanya sadar kalau pikirannya berlebihan. Tapi ketika berusaha melawan obsesi itu, tingkat kecemasannya bisa melonjak, bahkan sampai muncul gejala fisik seperti gemetar atau mual.
Perilaku Berulang Sebagai Reaksi
Ini adalah bentuk kompulsi. Misalnya:
- cuci tangan sampai kulit iritasi,
- memeriksa kompor berkali-kali,
- menata barang sampai benar-benar simetris,
- membaca atau mengulang kata tertentu untuk meredakan kecemasan.
Aktivitas Sehari-Hari Jadi Terganggu
Jika sebuah rutinitas kecil saja butuh waktu lama karena kompulsi, itu adalah ciri kuat OCD. Contoh: seseorang butuh 1 jam cuma buat meninggalkan rumah karena harus mengecek pintu berkali-kali.
Menghindari Situasi Tertentu
Banyak orang dengan OCD menghindari tempat atau aktivitas tertentu karena takut memicu obsesi. Misalnya, takut menyentuh pegangan tangga, takut bertemu banyak orang, atau enggan memegang uang tunai.
Gejala Obsessive Compulsive Disorder (OCD)
Gejala OCD terbagi jadi dua: gejala obsesi dan gejala kompulsi. Seseorang bisa punya salah satu saja, tapi kebanyakan mengalami keduanya.
Gejala Obsesi
Berikut adalah gejala obsesi yang umum:
- Ketakutan ekstrem terhadap kotoran, bakteri, atau kontaminasi.
- Pikiran agresif atau menakutkan yang muncul tiba-tiba.
- Kekhawatiran bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi kalau tidak melakukan tindakan tertentu.
- Butuh kepastian berulang bahwa semuanya aman atau benar.
- Pikiran religius atau moral ekstrem yang diulang-ulang.
Obsesi ini biasanya muncul terus tanpa bisa dikendalikan. Semakin dicoba dilawan, biasanya semakin kuat.
Gejala Kompulsi
Ini adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan kecemasan dari obsesi. Contoh umum:
- Mencuci tangan berulang.
- Membersihkan benda atau ruangan tanpa henti.
- Mengecek pintu dan kompor berkali-kali.
- Mengatur barang sampai posisinya “pas”.
- Mengulang kata, angka, atau tindakan tertentu.
- Menghindari situasi tertentu.
Bedanya dengan kebiasaan biasa adalah:
Kompulsi dilakukan bukan karena suka, tapi karena “terpaksa” biar kecemasan berkurang.
Dampak Fisik dan Emosional
OCD bukan cuma soal pikiran, tapi juga berdampak ke tubuh.
- Susah tidur
- Capek mental
- Tidak bisa fokus
- Rasa takut dan tegang berlebih
- Kulit tangan iritasi karena sering mencuci
Kalau dibiarkan terlalu lama, OCD bisa menyebabkan stress kronis bahkan depresi.

Kenapa OCD Bisa Terjadi?
Penyebab OCD itu nggak tunggal. Biasanya kombinasi beberapa faktor.
Faktor Genetik
Ada penelitian yang menunjukkan bahwa OCD bisa menurun di keluarga. Kalau ada anggota keluarga dengan gangguan similar, risiko seseorang mengalami OCD lebih tinggi.
Ketidakseimbangan Kimia di Otak
OCD berkaitan dengan gangguan pada neurotransmitter seperti serotonin. Ketidakseimbangan ini memengaruhi cara otak memproses pikiran dan kecemasan.
Pengalaman Traumatis
Trauma, kejadian menakutkan, atau tekanan besar bisa memicu munculnya OCD. Misalnya pernah kehilangan barang, mengalami kecelakaan, atau situasi berbahaya.
Pola Asuh atau Lingkungan
Lingkungan yang terlalu ketat, penuh tekanan, atau penuh aturan bisa memicu seseorang jadi lebih mudah mengalami kecemasan, yang kemudian berkembang menjadi OCD.
Kondisi Kesehatan Tertentu
Beberapa penelitian juga menemukan hubungan OCD dengan infeksi tertentu pada anak, meski ini masih terus diteliti.
Cara Mengatasi OCD
OCD bisa dikelola, bahkan banyak orang bisa hidup normal dengan terapi yang tepat. Berikut cara-cara yang efektif:
Terapi CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
Ini adalah terapi paling populer untuk OCD. Fokusnya adalah memahami pola pikir yang salah dan menggantinya dengan cara berpikir yang lebih sehat.
Terapi ini membantu orang dengan OCD untuk menghadapi pikiran obsesif secara bertahap tanpa melakukan kompulsi.
Terapi Exposure and Response Prevention (ERP)
ERP adalah bentuk terapi yang sangat efektif. Caranya: seseorang “dihadapkan” pada penyebab obsesinya secara perlahan sambil ditahan untuk tidak melakukan kompulsi.
Contoh: orang yang takut kuman diminta menyentuh benda tertentu tanpa mencuci tangan langsung setelahnya.
Konsultasi dengan Psikiater
Kalau gejalanya berat, psikiater bisa memberikan obat untuk menyeimbangkan kimia otak. Obat yang sering digunakan adalah SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor).
Mengelola Stress
Meditasi, olahraga, journaling, dan tidur cukup bisa membantu mengurangi kecemasan yang memperburuk OCD.
Edukasi Diri dan Orang Terdekat
Dukungan keluarga dan pemahaman dari lingkungan sangat penting. Dengan belajar tentang OCD, seseorang bisa lebih siap menghadapi gejalanya.
Hindari Mencari Kepastian Berlebihan
Banyak orang OCD sering meminta kepastian (kepada orang lain atau lewat internet). Makin dicari, makin buruk siklusnya. Terapis biasanya akan mengajarkan cara menghentikan kebiasaan ini.
Memahami Obsessive compulsive disorder (OCD) itu penting biar kita nggak asal menganggap semua orang yang suka rapi itu OCD. Kondisi ini nyata, serius, dan bisa mengganggu kehidupan seseorang.
Dengan penanganan yang tepat, orang yang punya OCD tetap bisa hidup normal dan produktif. Kalau kamu atau orang terdekat menunjukkan gejala-gejala yang mirip OCD, jangan ragu mencari bantuan profesional ya.
Baca Juga: Narcissistic Personality Disorder (NPD): Ciri, Penyebab & Cara Atasi





