Setiap tahun menjelang akhir kalender, bangsa Indonesia memperingati sebuah momentum krusial yang menegaskan jati dirinya sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Peringatan tersebut adalah Hari Nusantara, yang jatuh tepat pada tanggal 13 Desember. Bagi masyarakat umum, tanggal ini mungkin tidak sepopuler hari besar lainnya, namun dampaknya terhadap kedaulatan wilayah Indonesia sangatlah masif.
Tanpa peristiwa bersejarah yang melatarbelakangi peringatan ini, peta Indonesia tidak akan terlihat seperti yang kita kenal sekarang. Wilayah laut di antara pulau-pulau mungkin saja masih dianggap sebagai perairan internasional yang bebas dilalui siapa saja. Oleh karena itu, memahami esensi dari Hari Nusantara bukan hanya soal mengenang masa lalu, tetapi juga memahami fondasi geopolitik dan ekonomi masa depan bangsa.
Pada tahun 2025 ini, peringatan tersebut terasa semakin relevan di tengah upaya negara mendorong ekonomi biru dan ketahanan pangan. Artikel ini akan mengupas tuntas sejarah, makna mendalam, tujuan, serta ragam kegiatan yang mewarnai perayaan ini di berbagai penjuru tanah air.
Sejarah Penetapan Hari Nusantara

Akar sejarah peringatan ini bermula dari sebuah deklarasi berani yang mengubah tatanan hukum laut dunia. Sebelum tahun 1957, wilayah Indonesia terkotak-kotak oleh peraturan kolonial Belanda bernama Territoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonnantie tahun 1939. Aturan ini menetapkan bahwa laut teritorial hanya sejauh 3 mil dari garis pantai setiap pulau.
Implikasinya sangat berbahaya bagi kesatuan bangsa. Laut-laut luas yang memisahkan pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan lainnya dianggap sebagai laut bebas (perairan internasional). Kapal asing bisa lalu lalang dengan bebas di antara pulau-pulau kita, seolah-olah memisahkan satu pulau dari pulau lainnya.
Melihat ancaman disintegrasi ini, Perdana Menteri Ir. Djuanda Kartawidjaja mengambil langkah strategis. Pada tanggal 13 Desember 1957, ia mengumumkan sebuah pernyataan yang kelak dikenal sebagai Deklarasi Djuanda. Inti dari deklarasi ini adalah konsep bahwa laut bukanlah pemisah, melainkan pemersatu bangsa.
Deklarasi tersebut menegaskan bahwa semua perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Negara Republik Indonesia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari wilayah yurisdiksi nasional. Inilah lahirnya konsep negara kepulauan (archipelagic state).
Perjuangan diplomasi pasca-deklarasi tidaklah mudah. Butuh waktu sekitar 25 tahun agar konsep ini diterima dunia internasional. Pengakuan tersebut akhirnya didapat melalui Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) pada tahun 1982. Sebagai bentuk penghormatan atas peristiwa bersejarah ini, Presiden Megawati Soekarnoputri kemudian meresmikannya melalui Keppres No. 126 Tahun 2001, yang menetapkan setiap tanggal 13 Desember sebagai Hari Nusantara.
Makna Hari Nusantara bagi Indonesia
Peringatan ini memiliki makna yang jauh melampaui sekadar seremonial tahunan. Secara filosofis, Hari Nusantara adalah perwujudan dari konsep Wawasan Nusantara. Konsep ini mengajarkan kita untuk memandang bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan utuh yang terdiri dari daratan dan lautan, sebuah konsep “Tanah Air” yang literal.
Dalam konteks geopolitik, peringatan ini menegaskan kedaulatan mutlak Indonesia atas wilayah lautnya. Ini adalah pengingat bahwa setiap jengkal laut di antara pulau-pulau kita adalah halaman depan rumah kita sendiri yang harus dijaga. Tanpa kesadaran ini, potensi ancaman terhadap kedaulatan wilayah maritim Indonesia akan selalu mengintai.
Selain itu, momen ini juga menjadi simbol pergeseran orientasi pembangunan. Selama berabad-abad, banyak pihak mungkin memandang laut sebagai halangan logistik atau sekadar tempat mencari ikan. Namun, peringatan ini mengajak masyarakat untuk melihat laut sebagai masa depan ekonomi dan sumber kehidupan utama.
Identitas sebagai negara maritim juga diperkuat melalui peringatan ini. Masyarakat diajak untuk menyadari bahwa budaya bahari adalah bagian tak terpisahkan dari DNA bangsa Indonesia. Mulai dari pelaut ulung di Sulawesi hingga nelayan tangguh di pesisir Jawa, semua dipersatukan oleh satu identitas: bangsa bahari yang hidup di antara dua samudra strategis.
Tujuan dan Pesan Utama Peringatan
Pemerintah menetapkan peringatan ini bukan tanpa alasan. Ada misi strategis yang ingin dicapai, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tujuan utamanya adalah mengubah paradigma bangsa Indonesia agar tidak lagi memunggungi laut.
Secara lebih rinci, berikut adalah tujuan dan pesan utama dari peringatan Hari Nusantara:
- Mengubah Pola Pikir (Mindset): Menggeser cara pandang bangsa mengenai ruang hidup dari yang semula berorientasi daratan (land-based) menjadi berorientasi lautan (ocean-based).
- Mewujudkan Negara Maritim Kuat: Menjadikan Indonesia sebagai poros maritim yang mampu mengelola potensi sumber daya alam laut untuk kesejahteraan rakyat secara mandiri.
- Arus Utama Pembangunan: Menjadikan sektor kelautan sebagai arus utama (mainstream) dalam kebijakan pembangunan nasional, bukan sekadar sektor pelengkap.
- Pembangunan Terintegrasi: Menciptakan model pembangunan yang merata dan terintegrasi, khususnya bagi pulau-pulau terluar dan daerah terpencil, agar tidak tertinggal dari pulau-pulau besar.
- Penguatan Kedaulatan: Menegaskan kembali batas wilayah dan kedaulatan NKRI untuk mencegah klaim asing dan menjaga keutuhan wilayah.
Bentuk Kegiatan dalam Peringatan Hari Nusantara
Perayaan Hari Nusantara selalu diisi dengan berbagai kegiatan yang melibatkan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI, dan masyarakat sipil. Pada tahun 2025, terlihat adanya pola desentralisasi kegiatan yang menarik, di mana perayaan tidak hanya terpusat di Jakarta tetapi menyebar ke daerah-daerah strategis.
- Upacara dan Festival di Tingkat Daerah
Pemerintah daerah sering kali mengambil peran aktif. Sebagai contoh pada tahun 2025, Kabupaten Bulungan di Kalimantan Utara menjadi salah satu titik fokus perayaan. Kegiatan di sana mencakup upacara resmi yang melibatkan elemen nelayan dan masyarakat pesisir di Tanjung Palas. Acara semacam ini biasanya dipadukan dengan festival budaya bahari untuk menarik minat wisatawan dan menumbuhkan kebanggaan lokal. - Kampanye Lingkungan dan Konservasi
Isu lingkungan menjadi sorotan utama. Kegiatan penanaman mangrove sering dilakukan sebagai simbol perlindungan pesisir. Di beberapa daerah, pemerintah bekerja sama dengan mitra internasional seperti kerja sama dengan Kanada dalam pelestarian mangrove untuk menunjukkan komitmen global Indonesia terhadap isu perubahan iklim. - Pameran Kekuatan Armada dan Laut
TNI Angkatan Laut biasanya menggelar kegiatan yang berdekatan dengan momen ini, seperti Hari Armada. Di Surabaya, misalnya, sering diadakan show of force atau gelar kekuatan alutsista. Masyarakat bisa melihat langsung kapal-kapal perang modern yang menjaga kedaulatan laut Indonesia, menumbuhkan rasa aman dan bangga terhadap kekuatan pertahanan negara. - Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
Kegiatan tidak hanya bersifat seremonial, tetapi juga menyentuh aspek ekonomi riil. Peresmian fasilitas pendukung nelayan, seperti Rumah Produksi Perikanan, kerap dilakukan pada momen ini. Tujuannya adalah mendorong hilirisasi produk laut agar nelayan tidak hanya menjual bahan mentah, tetapi juga produk olahan bernilai tambah tinggi. - Edukasi dan Literasi Bahari
Di sektor pendidikan, sekolah dan kampus sering mengadakan seminar atau lomba bertema kelautan. Topik yang dibahas berkisar pada sejarah Deklarasi Djuanda hingga inovasi teknologi kelautan. Ini penting untuk menanamkan wawasan nusantara kepada generasi muda sejak dini.
Relevansi Hari Nusantara di Masa Kini

Meskipun Deklarasi Djuanda sudah berusia puluhan tahun, relevansi Hari Nusantara justru semakin tinggi di era modern ini. Tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai negara kepulauan kini jauh lebih kompleks dibandingkan tahun 1957. Isu kedaulatan tidak lagi hanya soal batas wilayah fisik, tetapi juga kedaulatan ekonomi dan ekologi.
Salah satu fokus utama saat ini adalah implementasi Ekonomi Biru (Blue Economy). Konsep ini menekankan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi. Di masa kini, peringatan ini menjadi momentum untuk mengevaluasi sejauh mana kita telah menyeimbangkan eksploitasi ekonomi dengan pelestarian lingkungan laut.
Isu perubahan iklim juga membuat peringatan ini sangat relevan. Naiknya permukaan air laut mengancam pulau-pulau kecil dan kota-kota pesisir kita. Melalui peringatan ini, kesadaran publik mengenai pentingnya menjaga ekosistem pesisir, seperti terumbu karang dan hutan bakau terus digalakkan.
Selain itu, relevansi juga terlihat pada isu ketahanan pangan. Tema-tema yang berkaitan dengan “Protein Ikan” untuk mencegah stunting sering diangkat. Laut dilihat sebagai lumbung pangan masa depan yang harus dioptimalkan untuk menciptakan generasi emas Indonesia. Dengan demikian, laut Indonesia bukan hanya soal politik, tapi soal gizi dan kesehatan bangsa.
Tantangan keamanan seperti pencurian ikan (illegal fishing) dan penyelundupan juga masih menjadi pekerjaan rumah. Peringatan ini menjadi pengingat bagi aparat penegak hukum dan masyarakat untuk terus waspada menjaga kekayaan laut dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Penutup

Hari Nusantara yang diperingati setiap tanggal 13 Desember adalah momen refleksi sekaligus aksi. Ia mengingatkan kita pada perjuangan panjang para pendahulu dalam menyatukan serpihan pulau-pulau menjadi satu kesatuan tubuh yang utuh bernama Indonesia. Dari Deklarasi Djuanda 1957 hingga tantangan ekonomi biru di tahun 2025, semangat yang dibawa tetap sama, yaitu laut adalah masa depan bangsa.
Merayakan hari ini bukan sekadar mengikuti upacara bendera. Merayakannya berarti turut menjaga kebersihan laut, mendukung produk olahan nelayan lokal, dan terus memperkaya wawasan tentang potensi maritim kita. Dengan memahami sejarah dan maknanya, kita berkontribusi dalam menjaga warisan terbesar bangsa ini. Mari jadikan Hari Nusantara sebagai titik tolak untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia yang berdaulat, mandiri, dan kuat.
Baca Juga: Peringatan Hari Bhakti Transmigrasi: Sejarah, Tujuan, dan Dampaknya bagi Indonesia
Peringatan Hari Bhakti Transmigrasi: Sejarah, Tujuan, dan Dampaknya bagi Indonesia





