Alumni Amikom Berbagi Kisah Sukses Film Animasi Jumbo

Alumni Amikom Berbagi Kisah Sukses Film Animasi Jumbo

Film animasi Jumbo telah menjadi fenomena yang membanggakan dalam industri kreatif Indonesia. Tidak hanya meraih lebih dari 4 juta penonton dalam waktu singkat, film ini juga memecahkan rekor sebagai animasi lokal dengan bujet produksi terbesar dan kualitas visual yang setara dengan standar internasional. Kesuksesan Jumbo tidak hanya terletak pada angka box office, tetapi juga pada kemampuannya menyatukan penonton dari berbagai generasi dengan cerita yang universal tentang persahabatan, ambisi, dan pentingnya mendengarkan hati. Keberhasilan film ini menjadi bukti bahwa animasi Indonesia tidak kalah bersaing, bahkan mampu mencuri perhatian global, terutama dengan rencana distribusi ke 17 negara.

Di balik pencapaian tersebut, ada peran vital para kreator muda lulusan Universitas Amikom Yogyakarta yang mengukuhkan diri sebagai tulang punggung industri. Febriana “Cupit” Zupitasari (Project Manager) dan Arif “Irul” Khairul Alim (Visual Effects Project Manager) adalah dua di antara banyak alumni Amikom yang terlibat. Kolaborasi mereka dalam Jumbo tidak hanya mencerminkan kompetensi teknis, tetapi juga semangat kolaborasi yang diajarkan di kampus. Film ini menjadi cermin bagaimana pendidikan teknologi yang dipadukan dengan jiwa kreatif mampu melahirkan karya yang mendobrak batas.

Keberhasilan Jumbo juga membuka mata dunia tentang potensi animasi Indonesia yang selama ini kerap terabaikan. Film ini tidak sekadar menghibur, tetapi juga menjadi simbol kebangkitan industri kreatif tanah air yang berani bersaing di kancah global. Melalui kombinasi narasi yang kuat, desain karakter yang memikat, serta efek visual yang detail, Jumbo menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk percaya bahwa karya lokal bisa mengglobal. Inilah momen di mana animasi Indonesia tidak lagi dipandang sebagai “underdog”, melainkan sebagai kekuatan baru yang siap menulis sejarah.

Profil Alumni Amikom: Kreator di Balik Kesuksesan Jumbo

Febriana “Cupit” Zupitasari adalah lulusan Sistem Informasi Universitas Amikom Yogyakarta (2014) yang membuktikan bahwa passion dan tekad bisa mengubah jalur karier. Awalnya diarahkan menjadi guru olahraga, Cupit memilih Amikom karena terpikat iklan kampus yang menawarkan pendidikan teknologi berbasis kreativitas. Selama kuliah, ia aktif di Klub Bulu Tangkis dan magang di MSV Pictures, studio animasi milik Amikom. Kariernya berkembang sebagai Production Coordinator di Little Giant Jakarta dan Atomik Tun, sebelum akhirnya dipercaya sebagai Project Manager untuk Jumbo. Cupit mengaku, kemampuan manajemen waktu dan komunikasi yang ia pelajari di Amikom menjadi kunci suksesnya mengoordinasi 500+ kru dari berbagai studio.

Arif “Irul” Khairul Alim, lulusan Teknik Informatika (2017), adalah contoh nyata penggemar komik yang berhasil mengubah hobi menjadi karier gemilang. Terinspirasi oleh iklan Amikom tentang mahasiswa yang membuat film animasi, Irul memutuskan mendalami dunia kreatif. Ia mendirikan Tampar Production, studio visual effects (VFX) yang namanya terinspirasi dari filosofi “menampar” kemalasan dan simbol ketangguhan. Di Jumbo, Irul bertanggung jawab atas efek visual kompleks seperti adegan hantu Mary dan gerakan realistis karakter. Pengalamannya di Oniga Shelter, komunitas anime kampus, membantunya membangun jaringan dengan sesama kreator.

Kolaborasi Cupit dan Irul dalam Jumbo tidak hanya mencerminkan kompetensi teknis, tetapi juga semangat kolaborasi yang ditanamkan Amikom. Keduanya sepakat bahwa kampus memberi mereka lebih dari sekadar gelar—fleksibilitas magang, akses ke fasilitas canggih, dan dukungan dosen menjadi fondasi kesuksesan mereka. Kisah mereka membuktikan bahwa alumni Amikom tidak hanya siap bersaing di industri kreatif, tetapi juga mampu membawa animasi Indonesia ke panggung global.

Jejak Akademik: Mata Kuliah dan Organisasi yang Membentuk Karakter

Pendidikan di Universitas Amikom Yogyakarta dirancang untuk menyeimbangkan kompetensi teknis dan kreativitas. Kurikulumnya tidak hanya fokus pada teori, tetapi juga menekankan penerapan praktis melalui proyek kolaboratif dan magang. Mata kuliah seperti Keamanan Komputer dan Animasi 3D menjadi fondasi bagi alumni seperti Cupit dan Irul untuk memahami kompleksitas industri kreatif.

Bagi Cupit, mata kuliah Keamanan Komputer menjadi titik balik yang membentuk pola pikir sistematis. Ia belajar mengidentifikasi risiko, merancang solusi teknis, dan mengelola sumber daya—keterampilan yang langsung diterapkannya sebagai Project Manager Jumbo. Sementara itu, kelas Manajemen Proyek memberinya pemahaman tentang penyusunan timeline, alokasi anggaran, dan negosiasi dengan stakeholder. Kombinasi ilmu teknologi dan manajemen ini membuatnya mampu menghadapi tantangan koordinasi kru lintas studio.

Di sisi lain, Irul menemukan passion-nya melalui mata kuliah Desain Grafis dan Animasi 3D. Kelas-kelas ini mengajarkannya prinsip dasar gerakan, komposisi visual, dan penggunaan software seperti Blender dan Adobe After Effects. Pengetahuan teknis ini menjadi kunci saat ia menggarap efek visual kompleks dalam Jumbo, seperti adegan kilau lampu kota dan dinamika karakter. Tidak hanya itu, mata kuliah Strategi Pemasaran Kreatif oleh Pak Agus membantunya memahami cara memasarkan karya animasi ke pasar global—sebuah skill yang ia terapkan untuk mempromosikan studio Tampar Production.

Selain akademik, aktivitas di organisasi kampus berperan besar membentuk karakter keduanya. Cupit mengasah kedisiplinan dan kerja tim melalui Klub Bulu Tangkis, di mana ia belajar menghadapi tekanan kompetisi dan mengatur waktu antara jadwal latihan dengan kuliah. Sementara Irul menemukan jejaring kreatif di Oniga Shelter, komunitas anime dan komik Amikom. Di sana, ia tidak hanya belajar menggambar karakter, tetapi juga mengorganisir acara cosplay dan workshop yang melatihnya dalam public speaking dan manajemen acara. Pengalaman ini membentuk mental kepemimpinan yang ia butuhkan saat memimpin tim VFX di Jumbo.

Peran Kunci dalam Jumbo: Tantangan dan Strategi

Sebagai Project Manager, Cupit memikul tanggung jawab besar dalam mengoordinasi lebih dari 500 kru dari berbagai studio dan latar belakang. Tantangan utamanya adalah menyelaraskan workflow tim yang tersebar di 10+ studio, masing-masing dengan metode kerja berbeda. Misalnya, tim animasi karakter dan tim efek visual seringkali memiliki prioritas teknis yang bertolak belakang. Untuk mengatasinya, Cupit mengadakan weekly meeting virtual dan menggunakan platform manajemen proyek seperti Trello untuk memastikan semua pihak memahami tenggat waktu dan tujuan akhir. Latar belakangnya di Sistem Informasi dan pengalaman magang di MSV Pictures membantunya merancang sistem komunikasi yang efisien, sekaligus memastikan alur kerja tetap transparan.

Di sisi teknis, Irul dan Tampar Production menghadapi tantangan kompleks dalam menciptakan efek visual yang memukau namun tetap realistis. Adegan hantu Mary, misalnya, membutuhkan kombinasi teknik transparency mapping dan pencahayaan dinamis agar karakter terlihat “mengambang” tanpa kehilangan detail emosi. Tim Irul menggunakan Blender untuk pemodelan 3D dan After Effects untuk compositing, sambil terus melakukan uji render untuk memastikan konsistensi warna dengan adegan lain. Tantangan terbesar adalah menghemat waktu render tanpa mengorbankan kualitas—strateginya adalah membagi tugas ke beberapa workstation secara paralel dan memanfaatkan cloud rendering.

Kolaborasi antara Cupit dan Irul menjadi kunci dalam menghadapi krisis produksi, seperti saat adegan klimaks harus di-render ulang 200+ frame dalam 72 jam akibat kesalahan teknis. Cupit mengambil inisiatif mengatur shift kerja 24 jam, sementara Irul memimpin timnya untuk mengoptimalkan penggunaan cache dan mengurangi detail latar belakang yang tidak esensial. Keduanya mengombinasikan disiplin jadwal ala Cupit dengan kreativitas teknis Irul, menghasilkan solusi yang tidak hanya menyelamatkan deadline tetapi juga meningkatkan kualitas adegan tersebut.

Strategi besar lainnya adalah memanfaatkan jejaring alumni Amikom untuk merekrut talenta lokal. Sebanyak 12+ lulusan Amikom terlibat dalam proyek ini, termasuk ahli lighting dan modeler. Pendekatan ini tidak hanya menghemat waktu pelatihan tetapi juga menciptakan rasa kebersamaan tim. Selain itu, mereka mengadopsi prinsip agile methodology—memecah produksi menjadi sprint 2 minggu dengan evaluasi berkala. Hal ini memungkinkan tim tetap fleksibel menghadapi perubahan permintaan sutradara tanpa mengganggu alur utama produksi. Kombinasi antara strategi kolaboratif, pemanfaatan teknologi, dan solidaritas alumni menjadi resep sukses mereka dalam mengubah tantangan menjadi peluang.

Kisah di Balik Layar: Drama, Tawa, dan Pelajaran Hidup

Produksi Jumbo tidak lepas dari momen-momen tegang yang menguji ketahanan tim. Salah satu drama terbesar terjadi ketika 200+ frame adegan klimaks harus di-render ulang akibat kesalahan teknis hanya tiga hari sebelum deadline. Cupit mengaku tim hampir putus asa, tetapi keputusan untuk bekerja 24 jam nonstop dengan sistem shift menjadi penyelamat. “Kami tidur bergantian di studio, ada yang sampai mimpi melihat kode error di layar. Tapi saat adegan itu jadi favorit penonton, semua lelah terbayar,” kenangnya. Irul menambahkan, momen itu mengajarkan pentingnya backup plan dan kesiapan mental menghadapi kegagalan—pelajaran yang ia bawa hingga kini dalam mengelola Tampar Production.

Di tengah tekanan, canda dan tawa tetap menjadi penyemangat tim. Kisah motor kuning “Banana Split” milik Irul, yang sering mogok saat digunakan untuk survei lokasi, menjadi bahan lelucon sepanjang produksi. “Setiap kali ada masalah teknis, kami selalu bilang, ‘Ini salah Banana Split!’, lalu tertawa bersama,” ungkap Cupit. Bahkan, kru membuat plesetan lagu Manusia Terbaik yang dinyanyikan setiap kali target harian tercapai. Kebersamaan ini tidak hanya meredakan stres, tetapi juga memperkuat ikatan tim—sebuah nilai yang Cupit dan Irul warisi dari aktivitas organisasi kampus di Amikom.

Dari balik layar, Jumbo meninggalkan pelajaran hidup yang mendalam. Cupit menekankan pentingnya kolaborasi tanpa ego: “Kami belajar bahwa karya besar lahir saat semua pihak mau mendengar, bukan hanya memaksakan ide.” Irul menambahkan, “Animasi mengajarkan kesabaran: satu frame butuh berjam-jam, tapi hasil akhirnya abadi.” Keduanya sepakat bahwa pengalaman di Amikom—baik saat magang, organisasi, maupun terjun langsung dalam proyek kampus—telah membentuk mental pantang menyerah dan kerendahan hati. “Di sini, kami bukan hanya membuat film, tapi juga membuktikan bahwa kerja keras dan kerja tim bisa mengubah mimpi jadi kenyataan,” tutup Cupit.

Tips Sukses dari Cupit dan Irul untuk Generasi Muda

Teknis: Kuasai Dasar-Dasar Animasi

  • 12 Prinsip Animasi: Pelajari konsep seperti squash and stretchanticipation, dan timing untuk membuat gerakan realistis.

  • Software Populer: Blender, Maya, dan Adobe After Effects adalah tools wajib. Ikuti tutorial online atau kelas khusus untuk menguasainya.

  • Portofolio Kreatif: Buat proyek kecil-kecilan, seperti animasi pendek atau fan art, lalu unggah di platform seperti ArtStation atau Behance.

Non-Teknis: Attitude yang Membuka Pintu

  • Kolaborasi > Ego: “Di industri kreatif, Anda akan bekerja dengan banyak kepribadian. Belajar menghargai ide orang lain,” pesan Cupit.

  • Jaringan (Networking): Ikuti festival film atau workshop animasi untuk bertemu profesional. Irul mengaku awal kariernya dimulai dari kenalan saat magang di Jakarta.

  • Adaptabilitas: Teknologi animasi terus berkembang. Ikuti tren terbaru, seperti penggunaan AI untuk background rendering, tetapi tetap pertahankan orisinalitas.

Dampak Jumbo bagi Industri Animasi Indonesia

Keberhasilan film Jumbo menjadi tonggak kebangkitan industri animasi Indonesia, membuktikan bahwa karya lokal mampu bersaing secara kualitas dan naratif. Dengan meraih lebih dari 4 juta penonton dan rencana distribusi ke 17 negara, film ini mencatat rekor baru sebagai animasi Indonesia dengan skala produksi dan ambisi terbesar. Kesuksesan ini tidak hanya mematahkan stigma bahwa animasi lokal “kurang berbobot,” tetapi juga menarik perhatian festival film internasional, seperti Annecy International Animation Film Festival, yang mulai melirik potensi kreator Indonesia. Jumbo menjadi bukti bahwa animasi tanah air mampu mengangkat cerita lokal dengan kemasan visual yang memukau, sekaligus membuka pintu bagi kolaborasi global.

Dari sisi ekonomi, kesuksesan Jumbo mendorong peningkatan investasi di sektor animasi. Studio-studio besar seperti Visinema dan MD Pictures mulai mengalokasikan dana lebih besar untuk proyek animasi, sementara investor asing menunjukkan minat pada potensi pasar Indonesia. Film ini juga menciptakan lapangan kerja bagi ratusan animator, teknisi suara, dan profesional kreatif, sekaligus memicu pendirian studio-studio baru seperti Tampar Production milik Arif Khairul Alim. Selain itu, Jumbo berhasil menjalin kemitraan dengan platform streaming global, memperluas distribusi dan meningkatkan royalti bagi kreator lokal—langkah strategis yang mengubah animasi dari sekadar proyek seni menjadi bisnis berkelanjutan.

Tak kalah penting, Jumbo menjadi sumber inspirasi bagi generasi muda. Film ini memicu minat siswa untuk mempelajari animasi, terlihat dari peningkatan peminat jurusan terkait di universitas seperti Amikom Yogyakarta. Komunitas animasi lokal juga semakin aktif mengadakan workshop dan kompetisi, didukung oleh pemerintah melalui program seperti Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif). Lebih dari itu, Jumbo menanamkan kebanggaan akan identitas budaya—karakter dan latar cerita yang kental nuansa Indonesia membuktikan bahwa konten lokal bisa sukses tanpa mengekor gaya Barat. Dengan demikian, film ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menjadi katalisator bagi pertumbuhan industri animasi yang mandiri, inovatif, dan berdaya saing global.

Penutup

Kisah Cupit dan Irul membuktikan bahwa kesuksesan tidak datang instan. Butuh dedikasi, kolaborasi, dan dukungan sistem pendidikan yang relevan. Hal ini menjadi ajang refleksi dan inspirasi bagi para pendengar, khususnya mahasiswa Amikom dan pelaku industri kreatif. Cupit dan Irul membuktikan bahwa dengan tekad, kerja keras, dan semangat kolaborasi, mimpi besar bisa diwujudkan. Mereka juga menunjukkan bahwa Amikom tak hanya mencetak sarjana, tapi juga kreator yang mampu bersaing di industri nasional dan internasional.

Dengan film “Jumbo” yang telah sukses besar, harapan baru pun muncul: semoga akan lahir lebih banyak karya animasi berkualitas dari tangan-tangan kreatif anak bangsa.