Bagaimana AI Mengubah Kehidupan Sehari-hari? Arief Setyanto dari Universitas Amikom Yogyakarta Jelaskan di Podcast Tribun

Bagaimana AI Mengubah Kehidupan Sehari-hari Arief Setyanto dari Universitas Amikom Yogyakarta Jelaskan di Podcast Tribun

Pernah enggak sih, Sob, kita ngerasa kok hidup ini makin gampang aja? Dari nyari alamat yang tinggal klik di smartphone, belanja enggak perlu keluar rumah, sampai ngobrol sama asisten virtual buat nyetel musik. Nah, di balik semua kemudahan itu, ada satu teknologi canggih yang lagi nge-tren banget dan terus berkembang pesat, yaitu Artificial Intelligence (AI) atau Kecerdasan Buatan.

Ngomongin soal AI ini emang enggak ada habisnya. Dari yang dulunya cuma ada di film-film sci-fi, sekarang AI udah jadi bagian dari keseharian kita. Ibaratnya, AI itu kayak bumbu rahasia yang bikin hidup kita makin praktis dan efisien. Tapi, sebenarnya seberapa jauh sih AI ini udah mengubah hidup kita? Dan apa aja sih yang perlu kita tahu tentang teknologi yang satu ini?

Nah, biar makin jelas, tim Tribun News baru-baru ini ngundang seorang pakar AI yang mumpuni banget. Beliau adalah Pak Arief Setyanto S.Si., M.T., Ph.D. dari Universitas AMIKOM Yogyakarta, yang menjabat sebagai Wakil Rektor 4. Pastinya tahu dong, AMIKOM kan salah satu kampus teknologi terkemuka di Indonesia. Jadi, enggak heran kalau pakar-pakarnya juga pada jago di bidang ini. Pak Arief ini diundang di podcast Tribun Jogja buat bedah tuntas soal AI, dari A sampai Z, dengan tema “AI untuk Memecahkan Masalah Sehari-hari.” Penasaran kan, apa aja sih yang dibahas? Yuk, kita intip bareng-bareng!

Bagaimana AI Mengubah Kehidupan Sehari-hari Arief Setyanto dari Universitas Amikom Yogyakarta Jelaskan di Podcast Tribun


AI Itu Apa Sih Sebenarnya? Bukan Cuma Robot di Film Aja!

Sebelum masuk ke inti obrolan, host podcast Norera penasaran nih, sebenarnya AI itu definisinya kayak gimana sih, Pak Arief? Soalnya masyarakat awam mungkin masih banyak yang bingung dan mikirnya AI itu cuma robot-robot keren di film blockbuster Hollywood.

Pak Arief Setyanto dengan santai ngejelasin definisi AI secara gamblang dan mudah dimengerti. Katanya, kalau manusia itu biasanya mecahin masalah kan pakai tiga langkah. Pertama, kita harus tahu dulu masukannya apa atau sinyal yang diterima. Contohnya, kalau kita ditanya, kita dengerin lewat telinga. Atau kalau kita mau mutusin belok kanan atau kiri, kita lihat pakai mata. Nah, indra kita ini tugasnya buat sensing, alias nangkep informasi dari dunia luar.

Kedua, setelah ada masukan, kita mikir. Otak kita mikir, “ini harus belok kanan apa kiri ya? Oh, kalau kanan ada halangan, berarti harus kiri.” Proses mikir ini kan tugasnya otak kita, sob.

Ketiga, setelah mikir dan mutusin sesuatu, kita melakukan aksi. Misalnya, kita gerakin setir ke kanan, atau kita jawab pertanyaan pakai mulut kita. Nah, organ tubuh kita ini dipakai buat ngasih respons.

Lucunya, kata Pak Arief, hal yang sama persis itu bisa dilakuin juga sama komputer atau mesin, lho! Komputer itu bisa handphone kita, laptop, atau alat-alat kecil lainnya. Mereka dibekali kemampuan sensing juga. Contohnya, kamera di handphone kita bisa “lihat” apa yang ada di depannya. Mikrofon bisa “denger” suara kita. Mereka juga punya kemampuan buat memproses informasi yang masuk. Dan yang paling penting, mereka bisa melakukan aksi.

Pak Arief ngasih contoh keren banget, mobil cerdas yang pakai AI. Kalau mobilnya deteksi ada orang lewat di depan, dia mikir, “oh, saya harus ngerem nih.” Lalu, mobilnya ngerem sendiri! Itu kan aksinya, sob. Nah, semua proses ini, dari sensing, mikir, sampai aksi, itu adalah imitasi dari akal manusia. Makanya, AI itu bisa dibilang akal imitasi. Harapannya ke depan, apa pun yang bisa dilakuin manusia, bisa dilakuin juga sama komputer atau mesin. Simpelnya gitu, kata Pak Arief.


AI Udah Nempel Banget di Kehidupan Sehari-hari Kita

Setelah paham definisi AI, Pak Arief diajak buat ngasih contoh konkret penggunaan AI di kehidupan kita sehari-hari. Dan ternyata, contohnya banyak banget, sob, bahkan sering banget kita pakai tanpa sadar!

Contoh paling gampang yang disebut Pak Arief adalah fitur rekomendasi di YouTube. Pernah kan, kita buka YouTube, eh tiba-tiba muncul saran video atau lagu yang pas banget sama selera kita? Misalnya nih, Pak Arief yang umurnya 40-an ke atas, seringnya dapat rekomendasi lagu Bon Jovi. Sementara Norera, host podcast yang mungkin lebih muda, dapatnya rekomendasi lagu Darboy.

Kenapa bisa beda? Karena YouTube itu pakai AI buat profiling. AI-nya belajar dari kebiasaan kita, usia kita, lagu apa yang kemarin kita putar, terus muncullah rekomendasi yang sesuai. Ini AI yang dipakai sama industri, sob.

Enggak cuma YouTube, Pak Arief juga ngasih contoh aplikasi e-commerce kayak Tokopedia (mohon maaf sebut merek). Kalau kita buka, rekomendasi produknya juga beda-beda kan? Pak Arief mungkin dapat saran beli sarung, sementara yang muda-muda dapat saran makeup atau skincare. Ini semua kerjaan AI yang bikin pengalaman belanja kita jadi lebih personal dan relevan.

Selain itu, kita juga pakai AI secara enggak sadar waktu ngerjain PR atau cari resep masakan di Google. Ketika kita ngetik “gravitasi” atau “resep rendang enak”, Google langsung ngasih banyak hasil yang relevan. Kok bisa sih, hasilnya tepat atau setidaknya mendekati yang kita cari? Nah, itu juga berkat AI. AI-nya udah belajar dari miliaran data di internet, terus dia ngumpulin yang paling relevan.


AI Juga Bisa “Salah”, Kayak Kita Manusia Biasa

Nah, ini pertanyaan menarik yang muncul dari host. Kalau AI bisa ngasih jawaban yang “tepat atau agak tepat,” berarti AI itu selalu benar atau gimana nih, Pak Arief?

Pak Arief ngejelasin, AI itu sama aja kayak manusia. Kenapa dia bisa mutusin resep rendang itu butuh daging, bumbu ini itu? Karena dia berpengalaman melihat resep-resep yang udah kita unggah di internet. Dia kumpulin semua, terus dia ambil yang kira-kira paling banyak dipakai orang dan dapat komen “enak”.

Tapi, apakah AI selalu tepat 100%? Jawabannya enggak, sob. Pak Arief ngasih analogi balik ke kita. Kita kalau masak rendang, apa setiap hari rasanya selalu enak banget? Kan enggak juga, ya. Sama kayak AI, pasti ada tingkat kesalahan atau error rate-nya.

Pentingnya Error Rate dan Risikonya:

  • Kasus ringan (risiko rendah): Kalau AI ngasih resep masakan yang enggak terlalu presisi, orang enggak bakal protes banget karena risikonya enggak mematikan. Paling cuma rasanya kurang pas aja, enggak sampai kenapa-kenapa.
  • Kasus berat (risiko tinggi): Nah, ini beda cerita kalau AI dipakai buat mutusin soal kesehatan, misalnya mendiagnosa kanker. Kalau error rate-nya tinggi (misal 30% salah), ini bisa jadi masalah besar. Bayangin kalau AI bilang seseorang enggak kena kanker padahal dia kena, terus berisiko meninggal dunia. Ini kan problem hukumnya juga besar.

Jadi, untuk kasus-kasus yang butuh ketepatan sangat tinggi dan punya risiko besar, AI harus dipakai dengan sangat hati-hati dan enggak boleh sembarangan. Ini menunjukkan bahwa AI itu alat, dan penggunaannya harus dipertimbangkan matang-matang.

Bagaimana AI Mengubah Kehidupan Sehari-hari Arief Setyanto dari Universitas Amikom Yogyakarta Jelaskan di Podcast Tribun


Dampak Positif dan Sisi Gelap AI

Keberadaan AI memang sangat membantu kehidupan sehari-hari. Pak Arief ngejelasin, dampak positif AI itu jelas banget, yaitu bisa meningkatkan produktivitas dan kinerja kita. Banyak pekerjaan yang dulunya butuh waktu lama dan tenaga ekstra, sekarang bisa dibantu AI jadi lebih cepat dan efisien.

Tapi, kayak teknologi lainnya, AI juga punya dampak negatifnya. Pak Arief menyoroti dua risiko utama:

  1. Pemalsuan Konten (Fake Video, Hoax, dll.): Ini bahaya banget, sob. Di era sekarang, kita harus lebih hati-hati sama berita atau konten yang beredar. Pak Arief ngasih contoh, gimana kalau ada video Pak Arief lagi ngomong sesuatu, padahal aslinya itu suara Mas Satya tapi mukanya diganti Pak Arief? Itu namanya fake video atau deepfake. Contoh yang lebih terkenal lagi adalah video Donald Trump atau Obama yang seolah-olah ngomong sesuatu padahal aslinya enggak pernah ngomong begitu.Ini jadi tantangan besar di dunia pemberitaan. Banyak berita hoax yang beredar dan sulit dibedakan mana yang asli dan mana yang palsu. Makanya, sekarang muncul bidang ilmu di informatika yang fokus pada deteksi konten palsu. Tujuannya biar kita bisa tahu mana video, teks, atau suara yang beneran asli atau udah dimanipulasi.
  2. Penurunan Kemampuan Kognitif Manusia: Ini juga bahaya, sob. Karena pekerjaan atau tugas yang dulunya harus kita mikir keras, sekarang sebagian besar bisa dibantu AI. Contohnya di dunia pendidikan. Dulu mahasiswa harus mikir, baca, terus nyintesa informasi buat bikin tulisan. Sekarang, mereka bisa pakai AI buat bikin esai lima halaman. Hasilnya? Tulisannya ada, tapi ketika ditanya sama yang bikin, malah bingung.Kenapa? Karena proses internalisasi idenya itu enggak terjadi di kepala mereka, tapi di mesin (AI). Kalau ini terus-terusan terjadi tanpa regulasi yang jelas dan pengawasan yang baik, Pak Arief khawatir ke depan orang bakal ngalamin penurunan kemampuan kognitif. Kemampuan berpikir kritis dan memecahkan masalah jadi tumpul karena semua digantiin sama mesin.

Amikom Siap Hadapi Era AI: Bukan Cuma Pengguna, Tapi Juga Pembuat AI!

Melihat tantangan dan peluang AI ini, Norera penasaran nih, langkah strategis apa yang diambil Universitas AMIKOM Yogyakarta buat nyiapin generasi muda menghadapi era AI?

Pak Arief ngejelasin, AMIKOM itu nyiapin dua segmen pengguna AI:

  1. Pengguna AI itu Sendiri: Ini buat prodi-prodi yang bakal pakai AI sebagai alat bantu buat permudah pekerjaan. Contohnya:
    • Ibu-ibu masak: Pakai AI buat cari resep.
    • Arsitektur: Pakai software AI buat bantu desain.
    • Pemerintahan: AI bisa bantu kumpulin peraturan atau analisis aturan.
    • Akuntansi: AI bisa bantu deteksi anomali di laporan keuangan, misalnya ada pengeluaran pensil harganya Rp 3 juta. Dulu kan ini dipelototin satu-satu sama akuntan, sekarang bisa dibantu AI buat nyari yang aneh-aneh.
    • Hukum: Bayangin kalau ada 1440 Perda (Peraturan Daerah) di satu daerah. Mana mungkin mahasiswa disuruh ngapalin semua? Nah, AI bisa dikumpulin semua Perda itu, terus kalau ada pertanyaan simpel kayak “Saya melanggar marka jalan, berapa hukuman saya?”, AI bisa nyariin pasalnya. Dulu advokat harus hafal semua peraturan, sekarang bisa dibantu AI.
  2. Pembuat AI (Produsen AI): Nah, ini nih yang keren! Di Fakultas Ilmu Komputer AMIKOM, mereka punya prodi yang fokus buat menciptakan AI. Jadi, enggak cuma pakai, tapi juga bisa bikin AI itu sendiri biar bisa dinikmati masyarakat.
    • Pembuat Film: AI bisa bantu bikin karakter, bantu nyusun cerita, atau bahkan jadi scriptwriter dengan modal prompt di ChatGPT. Tinggal minta, “Tolong buatkan kisah cinta Jono dan Jini,” terus nanti dibuatin ceritanya, termasuk putusnya berapa kali atau ketemunya di mana.
    • AI Khusus Hukum (Low AI): Mahasiswa Informatika di AMIKOM disuruh bikin AI khusus hukum. Tugasnya ngumpulin semua aturan hukum di Indonesia (termasuk yang masih bentuk kertas zaman dulu), terus ngelatih model AI biar bisa jawab pertanyaan simpel masyarakat. Contohnya, “Kalau saya mau pindah kewarganegaraan gimana caranya?” Nanti AI-nya bisa nyariin aturan dan pasal yang berhubungan. Mirip ChatGPT, tapi khusus sumber hukum Indonesia.
    • Pelestarian Bahasa Daerah: Indonesia punya 1500 bahasa daerah, banyak yang hampir punah. AMIKOM meneliti gimana caranya pakai AI biar bahasa-bahasa itu bisa terkompilasi. Jadi, kalau nanti cucu kita nanya “Bentik itu apa?”, AI bisa ngeluarin knowledge space-nya, termasuk video dan cara mainnya. Ini upaya keren buat melestarikan budaya, sob!
    • Penanggulangan Fake Video dan Cyber Security: Mahasiswa juga diajak neliti gimana caranya deteksi video palsu. Jadi kalau ada video masuk, AI bisa tahu itu asli atau udah dimanipulasi. Selain itu, ada juga tim yang fokus di cyber security. Dulu yang nyerang website atau data itu manusia, sekarang udah banyak mesin yang nyerang. AI dipakai buat deteksi serangan siber yang saking banyaknya enggak mungkin ditangani manusia. Jadi, cyber security harus masuk ke AI biar enggak kalah terus.

Pekerjaan Bakal Hilang atau Justru Bertambah?

Di akhir obrolan, pertanyaan paling krusial muncul: kira-kira, pekerjaan kita bisa tergantikan AI enggak sih ke depan?

Pak Arief ngasih jawaban yang menenangkan sekaligus realistis. Katanya, setiap revolusi industri itu pasti bakal menghilangkan jenis pekerjaan tertentu, tapi di saat yang sama juga bakal menciptakan jenis pekerjaan baru. Jumlah pekerjaan baru ini bahkan bisa jadi lebih banyak daripada yang hilang!

Contoh-contoh Perubahan Pekerjaan:

  • Sopir: Di beberapa negara kayak Cina, udah ada self-driving car (mobil yang nyetir sendiri). Ini berarti pekerjaan sopir berpotensi berkurang. Tapi Pak Arief yakin, di Indonesia yang punya traffic problem lebih susah dan banyak motor, mesinnya belum cukup cerdas buat menggantikan sopir dalam waktu dekat.
  • Satpam Fisik vs. Cyber Security Engineer: Dulu ada satpam yang jaga gedung secara fisik. Sekarang banyak outlet berita yang pindah ke online. Nah, muncul pekerjaan baru namanya Cyber Security Engineer. Dulu enggak ada, sekarang jadi dibutuhkan banget buat ngawasin ancaman siber.
  • Penyunting Berita Tradisional vs. Kurator Konten Digital: Kalau dulu semua berita dari media mainstream itu dipercaya keasliannya, sekarang banyak berita online yang belum tentu benar. Muncul pekerjaan baru buat kurasi konten, yaitu orang yang ngawasin mana berita yang asli dan mana yang tidak.
  • Dokter Umum vs. Dokter Spesialis Mendalam: AI bisa bantu mendiagnosa penyakit ringan kayak pusing, bersin, atau pilek. Jadi, pekerjaan dokter untuk kasus-kasus sederhana mungkin berkurang. Tapi, pekerjaan dokter yang butuh tindakan langsung (misal cabut gigi) atau kasus yang lebih kompleks, justru akan makin intensif. AI bantu nyaring kasus-kasus remeh, jadi dokter bisa fokus ke masalah yang lebih berat dan belum selesai.

Jadi, ada beberapa sifat pekerjaan yang akan berubah:

  1. Pekerjaan yang akan punah.
  2. Pekerjaan yang akan terus ada dan makin intensif.
  3. Pekerjaan yang baru sama sekali, yang mungkin 10 tahun lalu belum pernah ada.

Intinya, kita enggak perlu khawatir berlebihan. Yang perlu kita lakukan adalah meng-upgrade diri agar sesuai dengan requirement pekerjaan yang baru.


Skill Penting yang Wajib Kita Punya di Era AI

Nah, ini dia keyword-nya, sob: pengembangan manusianya! Pendidikan generasi sekarang dan masa depan harus beda sama generasi sebelumnya. Pak Arief ngejelasin skill apa aja yang wajib kita punya buat menghadapi era AI ini:

  1. Critical Thinking (Berpikir Kritis): Dulu, kalau kerja di pabrik atau pekerjaan non-kreatif, kita diajari langkah 1 sampai 5 yang enggak berubah. Sekarang, setiap orang harus bisa berpikir apa yang bisa saya kerjakan atau kreasi hari ini biar lebih baik dari kemarin. Syaratnya, harus bisa nyari tahu apa yang bisa dikritik dari pekerjaan sebelumnya. Berarti, critical thinking harus jalan!Ini artinya kita harus mulai ngajarin anak-anak buat selalu bertanya dan berani berpikir di luar kebiasaan. Kalau dulu kita takut bertanya sama guru atau dosen, sekarang harus berani karena itu kunci critical thinking.
  2. Adaptif (Mudah Beradaptasi): Perubahan itu bakal jalan terus dan enggak akan berhenti, sob. Jadi, orang yang bakal survive itu adalah orang yang adaptif. Kita harus siap sama perubahan yang abadi ini.
  3. Digital Skill: Sejak era 2010-an, internet muncul dan informasi paling banyak nyebarnya lewat online. Makanya, generasi mendatang harus punya skill digital yang baik biar bisa menyesuaikan diri di era digital ditambah AI. Informasi ada di mana-mana secara online, jadi kita harus melek digital.
  4. Kemampuan Berkomunikasi (Public Speaking): Ini bukan cuma soal public speaking di depan umum aja ya, tapi kemampuan berkomunikasi dengan siapa pun dari mana saja. Dulu, cari jodoh aja lingkupnya paling cuma beda jurusan atau fakultas. Sekarang, udah beda!Karena yang dulu enggak transparan sekarang jadi sangat transparan. Kita bisa dengan mudah komunikasi sama orang yang jauh di luar sana, bahkan ngerasa dekat secara emosional meskipun fisiknya jauh. Ini nunjukkin kalau kita udah jadi “global citizen”, bukan lagi “local citizen”. Artinya, pesaing kita itu bukan cuma dari kota sebelah, tapi bisa dari Cina, Amerika, atau mana pun. Tapi, kita juga punya kesempatan yang sama karena kemampuan otak kita sama kayak mereka. Jadi, enggak perlu minder lagi karena kita dari Asia.

Siap Hadapi Masa Depan dengan AI!

Obrolan di podcast Tribun Jogja bareng Pak Arief Setyanto ini bener-bener membuka mata kita ya, sob. AI itu bukan lagi sekadar tren atau fiksi, tapi udah jadi bagian tak terpisahkan dari hidup kita. Dia bawa banyak kemudahan dan potensi revolusi di berbagai sektor.

Meskipun ada tantangan kayak isu keamanan data dan perubahan lapangan kerja, AI juga ngasih peluang besar buat kita yang mau beradaptasi dan terus belajar. Yang penting, kata Pak Arief, kita harus terus mengembangkan diri, punya critical thinking, adaptif, melek digital, dan punya kemampuan komunikasi yang luas.

Terima kasih banyak Pak Arief Setyanto dari Universitas AMIKOM Yogyakarta dan Norera dari Tribun Jogja yang udah ngasih obrolan sekeren ini! Semoga kita semua bisa jadi generasi yang siap menghadapi era AI, memanfaatkannya untuk kebaikan, dan terus maju di tengah perubahan yang ada. Sampai jumpa di pembahasan teknologi keren lainnya, sob!