Hari HAM Sedunia 2025: Tema, Makna, dan Peringatan 10 Desember di Indonesia

Hari HAM Sedunia 2025: Tema, Makna, dan Peringatan 10 Desember di Indonesia

Menjelang pertengahan Desember, perhatian publik global dan nasional kembali tertuju pada isu kemanusiaan. Tanggal 10 Desember bukan sekadar tanggal merah di kalender internasional, melainkan momen refleksi tahunan yang krusial. Tahun ini, peringatan hari ham sedunia terasa berbeda di tengah gejolak global dan situasi domestik Indonesia yang dinamis, mulai dari transisi pemerintahan hingga bencana alam yang melanda wilayah Sumatera.

Peringatan tahun 2025 menjadi penanda ke-77 tahun sejak dunia sepakat untuk menjunjung tinggi martabat manusia melalui deklarasi universal. Bagi Indonesia, tanggal 10 nanti bukan hanya soal seremonial, tetapi ujian nyata bagaimana negara hadir dalam krisis kemanusiaan dan bagaimana masyarakat sipil terus menyuarakan keadilan di jalanan.

Sejarah Hari HAM Sedunia

Hari HAM Sedunia 2025 Tema, Makna, dan Peringatan 10 Desember di Indonesia

Sejarah panjang peringatan ini bermula dari puing-puing kehancuran Perang Dunia II. Masyarakat internasional, yang kala itu bertekad agar kekejaman perang tidak terulang, merumuskan sebuah dokumen monumental. Pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bersidang di Paris mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal Declaration of Human Rights.

Dokumen ini menjadi tonggak sejarah karena untuk pertama kalinya, hak-hak fundamental manusia dilindungi secara universal. Sejak saat itu, setiap tahunnya tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari ham sedunia untuk merawat ingatan kolektif kita tentang pentingnya kesetaraan, keadilan, dan kebebasan bagi setiap individu tanpa memandang ras, agama, maupun status sosial.

Tema Hari HAM Sedunia 2025

Tahun ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengangkat tema global yang sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari, yakni “Human Rights, Our Everyday Essentials” atau “Hak Asasi Manusia, Kebutuhan Esensial Kita Sehari-hari”.

Tema ini dipilih untuk mengubah persepsi bahwa hari ham sedunia hanya milik para diplomat atau aktivis hukum. PBB ingin menegaskan bahwa HAM ada dalam aspek paling sederhana hidup kita. Ada tiga pilar utama dalam kampanye tema tahun 2025 ini:

  • Positivitas (Positivity): HAM bukan hanya tentang pelanggaran, tetapi sumber kebahagiaan dan keselamatan yang memungkinkan kita hidup layak.
  • Esensialitas (Essentiality): Di tengah ketidakpastian ekonomi dan politik global, hak asasi adalah “konstanta” atau landasan yang menjaga martabat manusia tetap utuh.
  • Ketercapaian (Attainability): Penegakan HAM dimulai dari pilihan-pilihan kecil sehari-hari, seperti menghormati orang lain dan keberanian bersuara melawan ketidakadilan.

Kampanye tema ham 2025 ini juga gencar dilakukan melalui platform digital dengan melibatkan generasi muda, menekankan bahwa hak atas udara bersih, makanan, dan rasa aman adalah kebutuhan pokok yang tidak bisa ditawar.

Hari HAM Sedunia 2025: Tema, Makna, dan Peringatan 10 Desember di Indonesia

Makna Peringatan 10 Desember bagi Indonesia

Di Indonesia, peringatan 10 Desember 2025 diwarnai oleh kontras yang tajam antara agenda birokrasi pemerintahan baru dan realitas bencana serta protes sosial. Konteks hak asasi manusia tahun ini sangat spesifik karena adanya pergeseran fokus dari perayaan menjadi aksi nyata.

Pemerintah pusat melalui Kementerian HAM yang baru dibentuk mengambil langkah strategis dengan menggelar Musrenbang HAM Nasional di Jakarta pada 8-10 Desember. Ini adalah upaya untuk mengintegrasikan prinsip HAM ke dalam perencanaan pembangunan nasional, sebuah langkah yang diklaim sebagai penerjemahan doktrin “Astacita” pemerintah. Tujuannya agar HAM menjadi indikator kinerja pembangunan, bukan sekadar pelengkap dokumen negara.

Namun, situasi berbeda terjadi di lapangan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memutuskan untuk membatalkan rencana perayaan seremonial di Aceh. Keputusan ini diambil menyusul bencana banjir bandang dan tanah longsor parah yang melanda wilayah Sumatera. Sebagai gantinya, Komnas HAM mengubah peringatan 10 desember menjadi aksi kemanusiaan langsung, menyalurkan bantuan, dan memantau tata kelola penanganan bencana untuk memastikan hak-hak korban terpenuhi.

Sementara itu, elemen masyarakat sipil, mahasiswa, dan buruh menjadikan tanggal ini sebagai momentum perlawanan. Di Yogyakarta, misalnya, aliansi “Jogja Memanggil” merencanakan aksi turun ke jalan. Mereka menyuarakan tuntutan terkait reformasi kepolisian, penolakan dwifungsi militer, dan isu ekonomi yang mencekik rakyat. Peringatan tahun ini juga diwarnai duka atas kasus kematian aktivis dalam protes sebelumnya, menjadikan tanggal 10 Desember sebagai panggung untuk menuntut keadilan dan menolak impunitas.

Peringatan Hari HAM Sedunia di Berbagai Negara

Secara global, peringatan 10 Desember dirayakan dengan beragam cara yang menyesuaikan konteks lokal masing-masing negara.

  • Jenewa, Swiss
    Menjadi pusat diplomasi dengan digelarnya RightsX Summit, sebuah forum tingkat tinggi yang membahas masa depan HAM di era teknologi digital dan kecerdasan buatan.
  • Eropa
    Banyak negara menggelar festival film dokumenter dan pameran seni yang mengangkat isu ham global seperti migrasi dan dampak perubahan iklim.
  • Amerika Latin
    Peringatan seringkali diisi dengan pawai budaya yang menuntut hak-hak masyarakat adat dan perlindungan lingkungan hidup.

Meskipun metodenya berbeda, benang merahnya tetap sama: mengingatkan pemerintah di seluruh dunia akan kewajiban mereka untuk mematuhi standar yang telah ditetapkan dalam deklarasi ham puluhan tahun silam.

Isu dan Tantangan HAM yang Relevan Tahun 2025

Tahun 2025 mencatat sejumlah tantangan berat bagi penegakan hak asasi manusia, baik di tingkat global maupun nasional. Kelelahan krisis (crisis fatigue) menjadi fenomena nyata, di mana publik mulai merasa jenuh dengan berita konflik dan pelanggaran, namun kebutuhan akan perlindungan justru semakin meningkat.

Di tingkat global, tantangan terbesar meliputi penyempitan ruang sipil (shrinking civic space) dan dampak krisis iklim yang memicu pengungsian massal. Hak atas lingkungan yang sehat kini tidak lagi bisa dipisahkan dari hak asasi manusia dasar.

Sementara di Indonesia, tantangan utama berpusat pada dua hal:

  1. Institusionalisasi HAM
    Upaya pemerintah memasukkan HAM ke dalam birokrasi pembangunan (seperti Musrenbang) adalah eksperimen besar. Tantangannya adalah memastikan hal ini tidak berakhir sebagai formalitas administrasi belaka, tetapi benar-benar berdampak pada kesejahteraan warga.
  2. Kebebasan Berekspresi
    Gelombang protes sepanjang tahun 2025 menunjukkan adanya sumbatan komunikasi antara negara dan warganya. Penanganan demonstrasi, perlindungan data pribadi, dan kebebasan akademik menjadi sorotan utama dalam agenda ham indonesia tahun ini.

Penutup

Peringatan Hari HAM Sedunia tahun 2025 mengajarkan kita bahwa perjuangan kemanusiaan tidak pernah statis. Dari ruang rapat perencanaan di Jakarta hingga lokasi pengungsian banjir di Sumatera, semangat untuk memanusiakan manusia terus diuji.

Mari jadikan tanggal 10 Desember ini bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi momentum untuk memperkuat solidaritas. Hak asasi manusia adalah kebutuhan esensial kita sehari-hari, dan menjaganya adalah tanggung jawab bersama.

Baca Juga: Hari Antikorupsi Sedunia 2025: Tema, Sejarah, dan Agenda Nasional pada 9 Desember

Hari Antikorupsi Sedunia 2025: Tema, Sejarah, dan Agenda Nasional pada 9 Desember